Tentang Pulang, Tanpa Pernah Memaksa Tinggal

 


Aku menyukai cara-caramu menunjukkan kasih sayang,  cara yang tak lazim, tak berisik, tak seperti kebanyakan orang.


Kau bukan tipe yang romantis dengan gestur besar, yang membuat banyak orang terbelalak dan berdecak kagum. Kau memilih hadir dengan tenang, dan entah bagaimana, itu justru terasa paling jujur.


Kau membuatkanku kopi di pagi hari, di sela-sela kesibukanku me-roll rambut atau memulas wajah dengan sisa kantuk semalam.


Kau dengan sabar merebahkan kepalaku di dadamu saat aku menangis terisak-isak, meminta validasi atas emosi yang sedang kuupayakan untuk kuatur sendiri.


Kau mengoreksi kesalahanku dengan runut, tanpa penghakiman, tanpa komando agar aku lekas kembali ke barisan orang waras, tanpa nada suara yang perlu naik beberapa oktaf demi terdengar benar.


Kau lebih dari cukup untuk aku yang sering merasa diriku tak pernah cukup.

Kau bukan sekadar kepuasan lahir, kau adalah pengejawantahan paling utuh dari kehausan batinku yang telah menahun, selama belasan tahun lamanya.


Walau rasanya kurang tepat mengibaratkan seorang manusia sebagai tempat untuk pulang, namun kau adalah tempat paling aman yang pernah kumiliki.


Kau, dengan fasadmu yang kokoh, terawat, dan hangat.

Kau, dengan tamanmu yang tak hanya memberi penghidupan, namun juga kehidupan, yang kehangatannya tak kalah dari jiwamu sendiri.


Rasanya sulit untuk percaya bahwa ketidakpercayaan dirimulah yang membuat kita memilih berpisah jalan.


Seberapa banyak pun aku meyakinkanmu bahwa kau sudah lebih dari cukup, bahwa aku tak akan meminta lebih dari apa yang sanggup kau berikan, bahwa aku melihatmu lebih baik dibandingkan caramu melihat dirimu sendiri, bukan tugasku untuk membuatmu menetap.


Siapapun yang memilih untuk pergi tak serta-merta menjadikanku tak pantas untuk ditemani.

Sebisa mungkin, aku tak akan lagi menyalahkan diriku atas keputusan orang lain, baik yang secara langsung maupun tidak, akan berdampak kepadaku.


Sekadar pengingat: kau masih bisa kembali pulang. Pintu dan jendelanya masih kubuka untukmu. Namun kali ini, tanpa pernah memaksa tinggal.



Sanur, 17th December 2025




About Coming Home, Without Ever Forcing Someone to Stay


I’ve always loved the way you showed affection, quietly, in ways that never tried to compete with how most people do it.


You were never the kind of man who relied on grand gestures, the sort that make people gasp and stare in admiration. You chose presence instead. And somehow, that felt far more honest.


You made me coffee in the morning, right in the middle of my rush, while I was curling my hair

or brushing color onto a half-awake face. 


You let me rest my head against your chest when I cried in broken sobs, asking for reassurance

while trying, clumsily, to regulate emotions, I was learning to hold on my own.


You corrected me gently, methodically, without judgment, without commands to return to sanity, without raising your voice just to prove a point.


You were more than enough for someone like me, who so often felt like I never was.

You were more than physical satisfaction; you were the clearest embodiment of a hunger I had carried quietly inside me for years, a thirst that had lasted far too long.


Even though it feels imprecise to call another human being a place to come home to, you were the safest home I ever knew.


You, with your solid, well-kept, gentle exterior.

You, with your garden, one that didn’t merely sustain life, but offered it warmth, a warmth not unlike your own.


It still feels difficult to believe that it was your lack of faith in yourself that led us to walk away from each other.


No matter how often I tried to remind you that you were already more than enough, that I would never ask for more than you were willing to give, that I saw you more clearly than you ever saw yourself, it was never my responsibility to make you stay.


Someone choosing to leave does not make me unworthy of being accompanied. As much as I can, I refuse now to blame myself for decisions made by others, whether directly or indirectly; they shaped my life all the same.


Just a reminder: you can still come home. The doors and windows remain open for you. But this time, without ever forcing you to stay.



Sanur, 17th December 2025

Comments

Popular Posts