#8

July 29, 2014

fire sparks


Dengan lembut tutur katamu, aku rindu dirayu
Rayuan yang tak pernah mampu ku abaikan.

Dengan perlahan jemarimu yang berkeliaran diatas kulitku, yang selalu berhasil membuat bulu kuduk meremang, menegang dan tak ingin segera dituntaskan, aku ingin kembali pulang.

Melewati Pagi, Siang, Sore dan Malam diatas ranjang yang aromanya telah bercampur aduk menjadi satu, membuat kau dan aku tak ingin beranjak terlalu lama dari sana.

Meributkan hal – hal sepele, dari cucian piring yang menumpuk, sampai botol whiskey yang tak ku tutup rapat sehingga isinya tumpah kemana–mana ketika kita berdua mabuk, dan terbangun diatas ranjang yang basah, setelah itu disusul dengan make up sex yang penuh gairah lebih dari biasanya.

Dari bibir tipismu, aku rindu dirayu.
Rayuan yang selalu berakhir dengan kecupan yang sedikit basah.

Saat kau membuka matamu di malam hari, terbangun dari mimpi burukmu, kau bilang nafasmu sempat memburu, lalu melihatku terbaring tenteram disampingmu, membuatmu yakin bahwa kau akan baik–baik saja esok pagi.

Aku yang tak pernah mampu sedikit bersabar untuk menunggu, diajarkan sedikit demi sedikit melihat dari sudut pandang yang lain, ketika akhirnya buah kesabaranku itu terasa sangat manis dan menyenangkan.

Dari tatap matamu, aku rindu dirindukan.
Rindu yang menggebu, yang selalu kau bisikkan setiap malam sebelum mata kita terpejam


Getir tak lagi ku cecap. Pahit tak lagi ku tenggak.
Hanya ada kosong yang terisi diantara kau dan aku.
Perlahan namun pasti, ku bangun kembali tembok itu tinggi – tinggi.

Cinta tak harus saling memiliki.
Omong kosong.

Bila memang cinta, mengapa tak kau biarkan Ia memperjuangkannya hingga berdarah–darah?
Karena tak semua hal berjalan dan kau dapatkan persis seperti yang kau inginkan.

Bersama hangat pelukmu, aku rindu diinginkan.
Diinginkan hingga terasa jengah, seolah tak ada lagi celah yang tak mampu kau susupi.

Sampai akhirnya kita bermuara pada satu kebencian yang sama, pertanyaanku hanya satu, apakah dengan begitu kita berdua dapat belajar untuk mencintai kembali satu sama lain?

Karena setidaknya kita pernah mempelajari kebencian yang sama, dan memutuskan untuk mengambil jalan yang berbeda.

Ketika mempertahankan ego menjadi lebih penting ketimbang mempertahankan cinta, maka resiko dan konsekuensinya akan terasa jauh lebih berat untuk dijalani dan dengan berat hati harus dinikmati. Menelan pil pahit setiap hari.

Kau dan aku, masih manusia, bukan?

You Might Also Like

0 comments