From Time To Time, Solitude Is A Bliss

August 29, 2020

 

solitude-is-a-bliss

"Gue nggak bisa sendirian, Ga. Gue selalu butuh seseorang ada di samping gue sepanjang waktu. Even when there's no love left between us."

Begitu salah satu teman gue bilang beberapa tahun lalu, waktu dia curhat soal hubungannya dengan partner-nya pada saat itu. My first reaction was... Shocked, actually, but I succeeded shut my mouth, and listen to her to finish her story. Gue tahu, dia cuma butuh cerita dan ngeluarin unek-uneknya, bukan minta advice ataupun suggestion.

Perempuan-perempuan Yang Keluar Dari Pulau

Minggu lalu gue nonton satu dokumenter di channel youtube-nya DW Documentary yang judulnya "Looking For Love on the Faroe Island". Mereka berhasil mengemas kompleksitasnya hubungan antara Laki-laki dan Perempuan dan juga ketimpangan jumlah Laki-laki dan Perempuan di pulau yang cukup jauh dari ibukota Denmark tersebut, dengan pendekatan yang membumi buat gue. Nggak ada istilah-istilah yang susah gue tangkap dan cerna sepanjang 42 menit menontonnya.

Pekerjaan utama kebanyakan Laki-laki di Faroe Island adalah menjadi Nelayan lantas menjual hasil tangkapan mereka di pasar. Ada juga yang jadi Scientist, Wirausaha dsb. Tapi ya kebanyakan dari mereka mewarisi usaha keluarga yang nggak jauh-jauh dari soal perikanan atau melaut. Menurut mereka, Perempuan di sana nggak lagi mikir pekerjaan ini keren atau edgy atau up to date. Itu kenapa, banyak dari Perempuan di sana memutuskan untuk keluar dari pulau setelah menyelesaikan sekolahnya dan mengadu nasib di Copenhagen atau kota-kota besar lainnya yang ada di Denmark. Nggak beda jauh lah ya sama orang kita di sini.


Lantas apa yang terjadi? Ketimpangan jumlah penduduk Laki-laki dan Perempuan yang signifikan. Regenerasinya gimana? Ndilalah, banyak Perempuan dari Filipina datang ke sana, yang awalnya mencari pekerjaan, sampai akhirnya nggak sedikit dari mereka yang menikah dengan penduduk asli Faroe Island dan beranak-pinak. Perempuan Filipina menjadi etnis-minoritas terbesar di Faroe Island karena hal tersebut.

Bertahan Hidup Atau Pulang Kampung

Salah satu Perempuan yang di-interview oleh tim DW Documentary menceritakan secara singkat gimana akhirnya dia bisa menikah, beranak pinak, bercerai dan tetap bertahan hidup di Faroe Island tanpa ada sedikitpun sorot mata dan intonasi suara penyesalan di sepanjang video.

Perempuan tersebut memiliki 2 orang anak dari pernikahannya. Pada saat dia memergoki suaminya selingkuh, dia memutuskan untuk kembali berdiri di kakinya sendiri, fought for her and her children's rights on her own. Without parents support, and minimum support system during that hard times.

Waktu ditanya sama tim DW Documentary apa dia sempat terpikir untuk menikah lagi dan pulang ke kampung halamannya, jawabannya : "Enggak, gue nggak mikirin mau nikah lagi. Gue mau sekolah lagi, supaya bisa dapat pekerjaan yang bisa kasih gue better income, buat anak-anak gue, dan Faroe Island adalah rumah gue sekarang."

Kesendirian Dan Apa-apa Saja Yang Suka Mampir

Gue pernah menyarankan ke partner gue dulu, saat kami sudah sampai di fase hit our boiling points, untuk rehat sejenak. Take a break for a while, for our well-being. Since we're not teenagers anymore yang bisa kapan saja nge-gas dengan segala impulsive decisions. Tapi saran gue ditolak mentah-mentah, karena menurut partner gue waktu itu; "We do this together at full speed or not at all." At the end of the day, I gave up.

Akan menjadi percuma rasanya, apabila dalam suatu hubungan (apapun itu) nggak lagi memiliki visi dan misi yang sama. Karena hidup itu bukan lomba lari cepat buat gue, melainkan marathon. Butuh waktu yang nggak sebentar untuk melalui perjalanannya. Kalau capek, ya mesti istirahat supaya nggak burned out.

Iya, pas lagi sendirian pasti ada saja hal-hal yang mampir. Tujuannya macam-macam, ada yang sekadar lewat mengingatkan hari-hari yang indah yang pernah dijalanin bareng, ada juga yang beneran jadi bahan kontemplasi. Belum lagi rentetan "What Ifs?" yang biasanya bermuara ke self-blaming atau self-sabotaging. We should stop doing these before it's too late to heal and recover.

From Time to Time, Solitude Is A Bliss

Sudah berapa banyak contoh kasus di luar sana sih, orang yang habis putus, bercerai, dsb berhasil bounce back dan menyembuhkan diri? Banyak banget kan? Dan timeline-nya berbeda-beda, 1 contoh kasus nggak bisa dijadikan tolok ukur kalau kita bisa kayak gitu. Kita punya timeline kita masing-masing, jadi berhentilah membanding-bandingkan diri kita sendiri dengan orang lain.

Sejak akhir tahun lalu sampai hari ini, gue belajar banyak soal kesendirian dan bersabar. Iya, gue tinggal sama satu-satunya orang tua gue sekarang dan 2 orang adik gue, tapi itu bukan berarti gue nggak pernah ngerasa benar-benar sendirian. When I feel like I need to re-charge myself, I will lock myself in my room, play the music louder while drinking my Jägermeister. It's a bliss for me and it's good enough during this COVID-19 gig.

Kalau kita nggak bisa menemukan kebahagiaan atau peace of mind saat kita sendirian, masa iya kita bakalan dapatin itu semua saat kita lagi sama orang lain, yang bakal jadi partner hidup kita? Gue nggak yakin sih.

South Jakarta, 29th August 2020
"Hollowed Out" - Belmont

You Might Also Like

0 comments