Berpisah Sebentar Dengan Mimpi Masa Depan

September 23, 2020

 

dreamcatcher-wide

Sebentar lagi masuk bulan ke-8 gue working from home, nggak keluar rumah buat hal yang non-esensial, maksimal keluar rumah itu cuma 3 kali dalam 1 bulan. Walau sempat kembali bekerja di kantor selama 2 minggu, tapi karena kondisi yang kembali nggak aman, ya sudah, balik working from home dengan segala keterbatasan dan keleluasaannya. Terima kasih bottomless Kopi Susu bikinan sendiri dan juga berbungkus-bungkus rokok yang belum jengah menemani!

Sejak pagi sampai petang bahkan tengah malam, bekerja di meja yang menghadap ke dinding, seringkali membuat gue buntu ide. Waktu untuk ngobrol dengan kolega tentang kerjaan atau sekadar ghibah selewatan pun, kadang menjadi salah satu sumber mencari ide baru. Tapi, belum ada yang mengalahkan rasanya berjemur di bawah matahari pagi, sekitar jam 8.30 sampai jam 9.30, duduk di kursi plastik di halaman depan rumah, sembari melihat anak-anak tetangga yang lalu lalang saling berteriakan bersahutan.

Perjalanan hidup mereka untuk memusingkan tagihan listrik, bayar PBB, bayar pajak kendaraan bermotor dsb masih cukup jauh. Waktu melihat mereka tertawa-tawa bermain dengan teman sebayanya, membuat gue menyesal juga kenapa dulu kepingin buru-buru jadi manusia dewasa. Ini jebakan betmen. Brengsek.

Menjabat Erat Mimpi-mimpi dan Mengucapkan Perpisahan Sementara

Di pertengahan April kemarin, berdasarkan data-data yang gue kumpulkan secara pribadi melalui internet, waktu itu rasanya masih optimis untuk melihat September menuju Oktober keadaan akan membaik, perbatasan antar Negara akan dibuka kembali, atau pemerintah paling tidak sudah melakukan hal-hal yang substansial dan krusial untuk membawa warganya ke fase yang lebih baik.

Tapi ya gitu, mimpi tinggal mimpi, harapan ya cuma ada di lingkaran terdekat saja. Jauh rasanya apabila mengharapkan Negara ini hadir penuh dan utuh, seperti Negara-negara lainnya. Seperti Vietnam atau bahkan China lah, paling tidak.. yang sekarang malah sudah bisa gelar konser. Makanya waktu melihat Fuel Fandango yang sudah bisa live performed di Granada, iri dan dengki mengiringi sisa malam gue di atas kasur.

Sudah sejak beberapa minggu lalu, gue perlahan menjabat erat mimpi-mimpi masa depan gue dan mengucapkan perpisahan sementara kepada mereka semua. Bukan apa-apa, kalau ini nggak gue lakukan, gue takut gue malah terjebak di kubangan kekesalan dan malah nggak moving forward to survive this fucked up year.

Gue takut, I wouldn't live in the present, since this is a crucial time for me and my family. I gotta make a living for the living, bruh... Jadi ya sudah, telan saja pil pahitnya sampai habis. Hari ini mungkin ngehek buat dijalanin, tapi bukan berarti besok nggak akan berkurang ngeheknya. HAHAHAHAHAHA... I'm not a fuckin' motivator or toxic positivity kinda person though... So don't expect me to calm your nerves by saying sweet nothing stuff. This is what we have right now, might give and do the best we can.

Kayak yang dibilang sama Dylan Mattheisen :

"Simply but life can't not be defined it can't be simply put
But you gotta do your best 'cuz nobody forgets the things that they regret
There's no rewind and I should have kept that in mind
But on the bright side I'd say I prefer sadness over spineless anyway"

South Jakarta, 23rd September 2020

You Might Also Like

0 comments