Blood Related Or Not, We're Sisters And Brothers In Humanity

October 03, 2020

 

people-in-forest-light


Setiap kali ada yang bertanya, siapakah orang yang paling memahami dan mengetahui gue inside-out? Tanpa ragu gue akan menjawab : Ajeng Safitri Riandarini. Sahabat perempuan pertama yang gue miliki, yang sampai detik ini, tidak pernah berhenti menyayangi dan membimbing gue dengan caranya yang nggak awam. Kami berdua memiliki banyak sekali perbedaan, salah satunya pilihan politikus maupun partai politik yang kami dukung.

And look at us now, still together and stronger than ever before. Kesamaan terkuat yang kami miliki adalah : we're a fucking hustler since day one. Datang dari keluarga yang tidak punya nama besar, bekerja sama kerasnya dengan kebanyakan orang di luar sana, dan kami nggak pernah berpura-pura untuk sekadar menyenangkan society. Both of us just don't function that way. Ever.

Mengenal Keluarga Kembali di Tengah Pandemi

Sahabat terdekat pasti sudah tahu mengenai rumitnya keluarga gue, berapa banyak adik yang gue miliki, berapa banyak istri yang pernah dimiliki oleh almarhum bokap kandung maupun bokap tiri gue, bahkan bagaimana dulu gue bertemu dengan orang-orang yang akhirnya menjadi keluarga kedua, ketiga, keempat gue dst.

Selama 8 bulan gue, dua orang adik kandung gue, dan juga nyokap, berkegiatan di dalam rumah karena Pandemi. Ini baru saja kami obrolin semalam di kamar nyokap gue, setelah beliau selesai sholat Isya. Betapa 8 bulan terakhir kami berempat berusaha mengenal satu sama lain kembali dengan cara-cara yang berbeda setiap harinya. Bagaimana kami saling menyaksikan kesibukan kami satu sama lain, bagaimana kami berdebat hanya karena perkara siapa yang lupa cabut colokan air, atau bagaimana kami harus bisa melayani kucing kami satu-satunya (namanya Ami, dan mungkin berumur sudah lebih dari 3 tahun, kami nggak tahu persis karena dia ujug-ujug datang ke rumah nyokap waktu masih bocil) secara bergantian, supaya dia nggak ngambek dan mogok makan.

Kami berempat sebagai keluarga sedarah, kembali belajar bagaimana caranya berkomunikasi dengan baik tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan satu sama lain. Bagaimana kami belajar tentang manajemen emosi, dan tentu saja, agar tetap betah di rumah supaya kesehatan kami terjaga.

Hikmah dan Berkah Pandemi

There's always a blessing in disguise, or silver lining for everything. I'm not going to try to be a toxic positivity kinda person right now, but you read that right. Gue menemukan banyak sekali berkah dan hikmah selama 8 bulan Pandemi ini. Walau sempat ada waktu dimana gue stuck sama sekali nggak bisa mikir, merasa kehabisan ide, merasa kelelahan yang teramat sangat, TAPI ASLI COY, BENERAN... HIKMAH DAN BERKAHNYA BANYAK BANGET.

Misalnya, gue ujug-ujug ditawarin jadi salah satu mentor di program mentorship yang FREE, exclusive & intensive milik komunitas WEWAW. Yang nawarin pun bukan orang sembarangan (at least buat gue, beliau bukan orang sembarang ya) founder-nya langsung! Namanya Mbak Carla, kami pernah kerja bareng walau beda divisi di salah satu local advertising agency. Pas beliau cerita mau bikin program ini lantas nawarin gue, nggak pake lama gue langsung jawab : "MAU BANGET LAH! GILA APA AKU NOLAK KESEMPATAN INI?!"

Atau pas beberapa minggu lalu, abis dengerin curhatan sahabat-sahabat terdekat soal bagaimana mereka kesulitan mencari penghasilan tambahan dalam kondisi kayak gini, atau bahkan kehilangan mata pencaharian utama mereka, ujug-ujug saja gitu gue ngide bikin Let's #SupportEachOther. Setelah sesi curhat mereka kelar, cuma butuh waktu 1 hari gue merampungkan ide dan eksekusinya seperti apa, proposed ke mereka via japri satu per satu, lalu kalau mereka approved, gue akan naikkin kontennya di minggu yang sama. Fortunately, they were all approved my idea, and I'm going to do it again but with different friends. So if you need to find more reliable creative worker, you should check my instagram continuously.

Satu Darah Atau Nggak, Kita Semua Saudara

Gue nggak pernah tertarik sama Billie Eilish, tapi adik laki-laki gue Sakana, cinta mati sama Billie. Waktu nggak sengaja denger lagunya yang berjudul : "Everything I Wanted" lalu membaca liriknya dan mempelajari beberapa referensi terkait dengan lagu tersebut, hasilnya selama 1 minggu penuh, gue repeat itu lagu di Youtube dan Spotify. Kedekatan Billie Eilish dengan kakak laki-lakinya Finneas, mengingatkan gue akan kedekatan gue dengan Jilan dan Sakana, terutama semenjak Pandemi.

Belum lagi kedekatan yang gue rasakan dengan sahabat-sahabat terdekat gue, intensitasnya meningkat semenjak Pandemi. Kami bahu membahu saling membantu satu sama lain, saling menyelamatkan satu sama lain di tengah gempuran mental breakdown, menghadapi ketidakpastian dan tentu saja waktu yang nggak bisa berteman dengan kita semua. Sekalinya lewat, ya sudah, nggak akan bisa mengulang lagi. Itu kenapa, gue pingin sekali punya Doraemon dan mesin waktunya. Ya atau mesin waktunya si Pak Haji dan Zidan deh ya, biar local wisdom-nya berasa banget.

Seharusnya jangan cuma pas lagi dalam kondisi begini saja kita bisa saling membantu dan menyelamatkan satu sama lain. Seharusnya kita bisa melakukan semua itu selama kita hidup dan masih punya kesempatan serta waktu. Berbuat baik, menyediakan ruang saat kita lowong, menawarkan bahu virtual untuk sekadar bersandar, bisa kita lakukan selama kita mau (sebaiknya dilakukan pada saat kita nggak "kepenuhan") dan tidak mengharapkan balasan.

Seperti yang dibilang sama salah satu teman gue di Chile : "Do you wanna know the key of happiness in life? Be kind and good to every single human being and beings in this fucked up world, then don't expect anything in return." He slapped me right in the face when he reminds me this. Good man.

South Jakarta, 3rd October 2020
"Everything I Wanted" - Billie Eilish

You Might Also Like

2 comments