Love-Hate Relationship

October 08, 2020

indonesia-protest-policeman
Kedua foto diambil dari Google

Sepagian tadi gue membaca berita terbaru mengenai pergerakan demonstrasi mengarah ke pusat kota, baik itu yang ada di linimasa Twitter, cuplikan teman-teman aktivis di IGS sampai di beberapa WhatsApp dan Telegram group. Draft RUU Ciptaker/Omnibus Law lah yang membuat gelombang demonstrasi di beberapa kota besar di Indonesia ini terjadi. Sore ini ada sebuah berita yang berisi bahwa belum ada draft final RUU ini, namun demonstrasi yang cukup besar di beberapa titik di pusat kota sudah terlanjur rusuh.

Hujan dan Peterpan

Sejak jam 4 sore tadi, di selatan Jakarta mulai hujan. Awalnya cuma gerimis, sampai akhirnya deras disertai angin kencang. Gue baru saja menyelesaikan pekerjaan gue hari ini, dan mulai membuka spotify lagi. Pilihan di sore yang dingin seperti ini, kayaknya cocok buat nyetel playlist Time Capsule yang diciptakan khusus buat gue. Membuat algoritma berdasarkan preferensi pribadi gue bukan pekerjaan sulit untuk mesinnya spotify, dan gue menemukan satu-satunya lagu Peterpan yang gue sukai, "Ku Katakan Dengan Indah".

Gue nggak pernah suka dengan Peterpan, nggak pernah tertarik sama Ariel, walau buat gue Ariel adalah salah satu rockstar Indonesia yang memiliki attitude statement dan vibes yang sulit ditolak sama banyak orang, terlepas gender maupun orientasi seksualnya. Demi spanduk Rattle And Hum yang pernah gue sablon dan pasang di tembok kamar gue sendiri, cuma lagu ini yang bikin gue belajar tentang sadomasokis, benci tapi rindu, dan tentu saja love-hate relationship yang nggak cuma sebatas frekuensi hubungan cewek dan cowok, tapi lebih dari itu.

Btw, elo inget nggak, kalau Steve Lillywhite pernah memproduseri albumnya Iwan Fals dan Noah? Iya, Steve Lillywhite yang juga produser album "The Joshua Tree"-nya U2 itu. Jadi buat elo yang mungkin menaikkan alis elo sedikit pas membaca ada Peterpan dan Ariel di sini, sebaiknya berpikir ulang mengenai judgment elo. One of my ex boyfriend, almost got him to produce his album too few years ago.


When Love And Hate Collides

Sejak kembali dari Jepang di tahun 2010 lalu, gue berusaha setengah mati untuk nggak setiap waktu membanding-bandingkan Negara kelahiran gue dengan Negara manapun. Baik yang gue tinggal lama di sana untuk bekerja atau sekadar liburan lebih dari satu bulan. Dan untuk bisa melakukan ini rasanya sulit banget.

Mulai dari hal-hal yang paling kecil dan terlihat remeh, sampai hal yang besar banget. Sampai-sampai beberapa anggota keluarga gue ngeluarin omongan : "Ngapain sih lo ribet mikirin Negara? Negara saja belum tentu mikirin elo." setiap kali gue mulai ngotot sama argumen gue, bahwa sebenarnya kita semua masih punya waktu untuk memperbaiki sistem yang sudah bobrok di Negara ini sekian lama. It's not going to be easy, it's going to be a long run, lots of sacrifices, pain in the ass but still... It is not an impossible thing to do.

Sore ini gue mengaku, bahwa mungkin gue berharap terlalu banyak, melakukan percobaan perubahan sistem dalam skala kecil dan nggak ngasih dampak yang besar di luar dari inner circle gue. Dan gue mulai menyerah sama Negara dan penguasa, para pemangku jabatan di atas sana. Sebagai salah satu kelas menengah ngehek yang serba kejepit dan serba salah, karena society selalu menempatkan gue di posisi yang seperti itu, rasanya gue hanya bisa melakukan dan memberikan yang terbaik untuk keluarga dan inner circle gue saja.

Terlalu jauh mimpi gue untuk bisa diraih, kalau sudah urusan soal Negara. Gue cinta sekaligus benci sama Negara ini. Nggak perlu gue jabarin alasannya apa saja, terlalu panjang dan elo mungkin sudah bisa menerka dengan baik.

Sejarah Yang Disunat, Transparansi Yang Nol Besar

Mulai dari banyaknya kasus serta tragedi kemanusiaan yang ditutupi atau bahkan disunat dari buku-buku sejarah dan dipaksa masuk ke semua otak anak-anak yang masih ada di bangku sekolah sampai di perguruan tinggi, sampai transparansi soal data-data krusial yang seharusnya bisa disampaikan ke publik, nyatanya nol besar. Mesin propaganda diciptakan setiap menitnya demi bisa menggiring opini publik, dikemas dengan berbagai macam click bait copywriting sampai menyewa lebih dari ratusan "mesin pelantang" di social media, menggelontorkan duit pajak lebih dari 200 juta orang di Negara ini.

Bullshit kalau masih ada orang yang mengaku nggak dibayar untuk bisa lekas berpihak ke si empunya "bisnis", that's a major fuckin' business you run there. Most of them are monkey business. Gue jauh lebih menghormati orang-orang yang mengakui secara terang-terangan bahwa mereka memang dibayar untuk ngomong apapun yang mereka omongin di linimasa, berdasarkan brief yang dikirim jam 11 malam sampai jam 3 pagi.

Gue mengaku, gue masih naif untuk urusan yang beginian, karena sejujurnya gue masih berharap kita semua bisa mengubah yang buruk menjadi baik. Bukan buat Negara, tapi paling nggak buat diri kita sendiri dan keluarga kita. Anjing, perkara satu lagunya Peterpan doang gue bisa berasa patah hati banget hari ini. Patah hati banget ngeliat kondisi Indonesia selama delapan bulan terakhir.

South Jakarta, 8th October 2020

You Might Also Like

0 comments